Minggu, 25 November 2012

Kirab Malam Satu Suro (Kirab Kebo Bule) di Surakarta


Uwaaaoowww,, what’s app bro and sist?? Apa kabar semuanya?


                Well, kali ini gue pengen share pengalaman unik gue. Kebetulan satu suro kemarin jatuh di tanggal 15 November 2012, jadi malamnya itu ada acara yang udah nggak asing lagi bagi warga Kota Solo yaitu Kirab Malam Satu Suro atau biasa disebut Kirab Kebo Bule. Waktu itu, gue beruntung banget soalnya gue pas lagi jaga malem. Jadinya, si kebo tuh pasti lewat di depan tempat kerja gue yaitu di Puskesmas Gajahan Surakarta yang letaknya di Jalan Veteran. 

                Gue langsung kegirangan soalnya ini emang baru pertama kalinya, seumur hidup gue, gue nyaksiin secara live #gilaak kayak konser Suju aja, si kebo-kebo itu lewat. Biasanya sih gue cuma nonton tayangannya di televisi aja. Tapi ternyata, antusias warga Kota Solo saat itu besar banget. Buktinya, dari kakek nenek, bapak ibu, remaja cowok cewek, bahkan sampai anak-anak pun rela enggak tidur cuma mau nungguin si kebo lewat #gue salut banget #applause

                Daripada lihat dari emperan puskesmas gue, gue membaur tuh sama masyarakat yang jumlahnya bejibun dan duduk-duduk manis di jalan raya #aksi ini baru pertama kali gue lakukan. Soalnya kalo dari kejauhan, yang kelihatan hanya sekerumunan warga aja. Padahal nih, gue udah punya niat jadi wartawan amatiran buat nge-abadiin momen si kebo lewat pakai kamera ponsel gue. Jadinya, gue rela berdesak-desakan demi ngambil video saat si kebo lewat di depan gue #gilaak si kebo mendadak jadi artis yak.

                Gue memang bukan warga Solo asli, tapi gue seneng banget sama acara-acara begituan yang masih mengedepankan tradisi dan budaya Jawa. Apalagi acara itu kan hanya diselenggarakan satu kali dalam setahun. Biar nggak penasaran, gue mau ngasih tahu sama bro and sist semuanya yang pada belum tahu apa sih Kirab Malam Satu Suro ituw?? Tetapi sebelum gue jelasin #ceilaah kayak bu guru ajah, kita perlu tahu dulu donk sejarahnya Kirab Malam Satu Suro atau Kirab Kebo Bule itu. Berikut gue comot sejarahnya dari Fan Pagenya Kota Solo di Facebook : Fan Page Kota Solo atau Twitter: @fp_kotasolo

                Pada tahun 931 Hijriyah atau 1443 tahun Jawa Baru, yaitu pada zaman pemerintahan Kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu. Waktu itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya untuk menggempur Belanda di Batavia, termasuk ingin “menyatukan Pulau Jawa”. Oleh karena itu, beliau ingin rakyatnya tidak terbelah, apalagi disebabkan karena perbedaan keyakinan agama. Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan, maka pada setiap hari Jumat Legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Sunan Ngampel dan Sunan Giri. Akibatnya, 1 Muharram (1 Suro) yang dimulai pada hari Jumat Legi ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul. 

1 Suro menurut orang Jawa menandai bergantinya Naga Dina dan Naga Tahun, yakni berubahnya sifat dan karakter kosmis, berserta dunia gaib, yang secara langsung diyakini mempengaruhi kehidupan manusia di bumi. Orang Jawa melengkapi ritual kehidupan tersebut sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Maha Tinitah, yang diyakini sebagai Dzat Suci yang memberi hidup dan menghidupi. Oleh sebab itu, pergantian tahun adalah terjadinya pergantian kosmis, yang disebut sebagai siklus Cakramanggilingan. Kehidupan diasumsikan berputar silih berganti seperti berputarnya roda. Ada saat zaman keemasan (age d’or), ada saat juga zaman mengalami masa kegelapan/kalabendu (age d’sombre). Di zaman yang bergulir itulah manusia harus selalu eling (ingat) dan waspada. 

Bagi raja, sebagai rasa tanggung jawab kepada seluruh rakyat yang dipimpinnya, yang telah memberikan kuasa kepadanya, maka raja melakukan kirab untuk menjenguk setiap sudut rumah warga, dengan harapan, tuah dan berkahnya dapat memasuki setiap pintu rumah-rumah penduduk. Raja beserta pusaka-pusakanya adalah manifestasi yang sama untuk mempromosikan dan menjelaskan secara simbolik antara raja dengan masyarakatnya. Di sisi lain ini adalah bentuk pengaplikasian Rukun Jawa yang kelima, yaitu Laku (Rukun Jawa antara lain: Rukun, Hormat, Halus, Asih, dan Laku). Rukun yang terakhir itulah yang dijalankan oleh orang Jawa, yaitu berjalan mengelilingi keraton tujuh kali. Di setiap pojok keraton mengucapkan puja dan puji syukur, disertai dengan permohonan-permohonan. Maka, Malam 1 Suro adalah salah satu wujud hubungan antara manusia dengan Khaliknya dalam upaya mencari keseimbangan dan keserasian hidup dengan penuh harap di tahun mendatang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Trus, apa sih Kirab Malam Satu Suro itu? Ini nih penjelasannya biar gak bingung,,, :D


                Malam 1 (Satu) Suro bagi sebagian masyarakat Jawa (khususnya) masih dianggap sakral. Terlebih jika malam satu Suro tersebut jatuh pada malam Jum’at Legi.  Berbagai ritual (atau) tradisi senantiasa mengiringi malam satu Suro. Diantaranya ada yang tapa bisu, kungkum, ataupun sekedar tirakatan dengan cara lek-lekan secara bersama-sama di pos ronda. Tradisi unik menyambut satu Suro juga ada di Kota Surakarta tepatnya di Keraton Kasunanan Surakarta. Tradisi unik yang diadakan rutin setahun sekali tersebut yakni Kirab Kebo Bule dan Pusaka Keraton.

Kebo bule atau kerbau albino ini memang binatang peliharaan Keraton Surakarta. Konon nenek moyang kerbau ini merupakan binatang kesayangan Sri Susuhunan Pakubuwono II. Sehingga kebo bule ini dikeramatkan, dan menjadi salah satu pusaka paling penting di Keraton Surakarta Hadiningrat. Kirab atau arak-arakan Kebo bule ini sendiri biasanya dimulai pada tengah malam. Kerbau (yang kandangnya ada di alun-alun kidul), tanpa digiring akan berjalan sendiri menuju halaman keraton.  Jika sudah begitu, berarti kirab siap dimulai.

Kebo atau kerbau bule ini sering disebut dengan kebo kyai Slamet lantaran secara turun temurun, kerbau albino ini dipercaya sebagai penunggu pusaka kyai slamet (salah satu pusaka milik keraton Surakarta yang kasat mata).  Dalam kirab malam satu Suro, kebo kyai Slamet selalu berada di barisan paling depan sekaligus bertindak sebagai cucuk lampah kirab. Di belakangnya menyusul barisan para Putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, lampu-lampu keraton maupun obor bambu dengan mengenakan busana Jawi lengkap, kemudian diikuti oleh masyarakat Solo dan sekitarnya yang hendak menyaksikan acara kirab secara langsung.

Kirab biasanya dimulai dari halaman keraton menuju alun-alun utara, Gladak, Jl. Mayor Kusmanto, Jl. Kapten Mulyadi, Jl. Veteran, Jl. Yos Sudarso, Jl. Slamet Riyadi, Gladak, dan kembali ke keraton atau lebih kurang sejauh 3 km. Adapun kirab tersebut dimaksudkan sebagai penolak bala. 

Sumber : wisata.kompasiana.com/.../11/.../tradisi-unik-di-malam-1-suro-kirab-kebo-bule-508988.html

Sekarang udah tau kan?? Jadi tambah nih ilmunya. #wakakakak. Nah, kalo penasaran gimana sih acaranya, liat aja nih videonya si kebo yang sempet gue abadikan tanggal 15 November kemarin.


Thank you very much, Kamsahamnida, Arigatou Goaimasu, Xie xie....




               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar